Tapi, suasana macam ini bukan aneh di lokalisasi WTS (wanita tuna susila) seperti halnya di Komplek Kilo 10, Loa Janan, Kukar. Lokalisasi Kilo 10 sendiri adalah salah satu komplek pelacuran terbesar di daerah Kukar.
Ada yang menarik dicermati di lokalisasi ini. Walau alunan musik bersahut-sahutan dan puluhan wanita berdandan agak minor siap mengobral kemolekan tubuhnya, pengunjung di sana terlihat makin sepi. Itu tak terlalu mengada-ada. Padahal, malam itu sendiri jam baru menunjukkan pukul 21.00 Wita, satu waktu yang biasanya mulai ramai-ramainya pengunjung.
Kenapa pengunjung di sana cenderung menurun? Wow, ternyata isu merebaknya penyakit HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus – Acquired Immuno Deficiency Syndrome) makin menakutkan dan menghantui mereka. Kondisi inilah yang membuat komplek pelacuran Kilo 10 -- sekitar 30 kilometer dari Samarinda atau 40 kilometer dari Tenggarong – secara perlahan tetapi pasti mulai ditinggalkan penghuninya.
Komplek WTS Kilo 10 ini berdiri sejak tahun 1989 sampai sekarang. Wadah ‘esek-esek’ atau tempat pria hidung belang menyalurkan biologisnya ini pun sudah beberapa kali ludes dimangsa api, tapi tetap saja tumbuh dan berkembang. Beruntungnya, sejak merebaknya isu penyakit HIV/AIDS yang terus meningkat dan berkembang di Kaltim membuat pengunjung dan penghuni lokasinya sendiri berangsur-angsur berkurang.
Benarkah begitu? Salah seorang germo di sana tidak menampik persoalannya. Ia yang merasa enggan ditulis identitasnya mengklaim, komplek Kilo 10 ini pernah ramai tahun 1995 hingga 2004, dengan jumlah penghuni antara 500 sampai 600 orang. “Sejak kasus-kasus AIDS merebak, komplek di sini mulai sepi. Saat ini mungkin hanya sekitar 200 WTS saja yang bertahan di sini,” ujar sang germo yang akrab dipanggil mami itu.
Mami pun bercerita lagi. Dulu, setiap WTS bisa meraup keuntungan Rp 500 ribu per malam. Terlebih kalau ia berwajah cantik, berkulit putih bersih yang laris manis. Satu malam ia bisa menerima 2 -- 3 pria hidung belang dengan tarif Rp 200 ribu per jam. “Sekarang sudah jauh merosot. Bisa mendapatkan seorang tamu saja dalam satu malam, sudah beruntung,” ucap Mami yang satu ini.
Munculnya kasus HIV/AIDS itu, sungguh menghantui. Bukan saja para WTS di komplek ini, tapi para ‘pejajannya’ sendiri. Mereka cenderung memilih berpaling dari komplek esek-esek ini, atau mungkin mencari wanita panggilan lain yang beroperasi di hotel dan rumah-rumah bordil liar. Walau begitu, resiko terkena penyakit HIV/AIDS mungkin lebih besar.
Sejauh apakah kasus HIV/AIDS di daerah ini? Data dari Dinkes Kaltim sendiri memperlihatkan, sampai akhir 2009 tadi terdeteksi penderita HIV/AIDS 1.021 orang di seluruh Kaltim. Dari total itu, 103 penderita meninggal dunia. Angka ini baru yang terdekteksi. Belum lagi yang terdeteksi dan sangat mungkin mencapai puluhan ribu orang. Sebab, kasus AIDS ini seperti fenomena gunung es, satu penderita bisa saja menularkan kepada 100 orang.
Terasa mengerikan memang penularan penyakit HIV/AIDS. Di Kota Samarinda saja misalnya, kasus HIV/AIDS sudah menularkan kepada 471 penderita, 36 orang di antaranya meninggal. “Tahun 2010 ini dapat dipredeksi kalau kasus HIV/AIDS di ibukota Kaltim ini akan bertambah,” urai Sutri Cahyono, Kepala Seksi Penanggulangan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kota Samarinda dalam suatu perbincangan dengan BONGKAR!.
Bagaimana dengan di komplek WTS Kilo 10 Loa Janan? Camat Loa Janan sendiri, Dafip Haryanto tidak menampik adanya WTS yang terjangkit HIV/AIDS. “Sesuai hasil pemeriksaan Tim Penanggulangan Penyakit Menular (TPPM), terdapat dua persen dari 200 WTS di situ yang positif HIV/AIDS,” ujarnya tanpa menyebut angka pastinya.
Secara terpisah, dr H Bambang yang Kepala Puskesmas Loa Janan membenarkan persoalannya. Ia mengaku rutin melakukan pemeriksaan kesehatan WTS di Kilo 10 setiap bulan. “Benar ada WTS di sana yang positif HIV/AIDS.Yang jelas, akibat kasus-kasus AIDS yang merebak di daerah ini dan menularannya begitu cepat, membuat komplek Kilo 10 menjadi tidak seramai dulu lagi,” timpal Dafip seraya dibenarkan dokter Bambang. Keduanya pun mengingatkan kepada WTS yang positif tertular untuk tidak lagi menerima tamu pria. Haruskah penderita HIV/AIDS terus bertambah di lokalisasi itu? **Fahran
Tidak ada komentar:
Posting Komentar