Sabtu, 06 November 2010

Turunnya Omzet WTS Kilo 10

Merebaknya  kasus-kasus AIDS membuat penghasilan WTS merosot.  Penghuni  lokalisasi  Kilo 10,  Loa Janan,  Kukar pun, misalnya,  turun dari  600 menjadi  200 WTS saja. HENTAKAN musik dangdut  di salah satu ruang utama wisma  itu terdengar bersahut-sahutan. Membahana dan  memekikkan telinga. Bahkan,  kadang membuat pendengarnya bergoyang pinggul.

Tapi, suasana macam ini bukan aneh  di lokalisasi WTS (wanita tuna susila) seperti halnya di Komplek Kilo 10, Loa Janan, Kukar. Lokalisasi  Kilo 10 sendiri adalah  salah satu komplek pelacuran terbesar  di daerah Kukar.

Ada  yang  menarik  dicermati di lokalisasi ini. Walau  alunan musik bersahut-sahutan dan puluhan wanita berdandan agak minor siap mengobral  kemolekan tubuhnya,  pengunjung  di sana  terlihat makin sepi.  Itu tak terlalu mengada-ada. Padahal,  malam itu sendiri jam baru menunjukkan pukul 21.00 Wita, satu waktu yang biasanya mulai  ramai-ramainya  pengunjung.

Kenapa pengunjung di sana cenderung menurun?  Wow,  ternyata isu  merebaknya penyakit HIV/AIDS (Human Immunodeficiency Virus – Acquired Immuno Deficiency Syndrome)  makin menakutkan dan  menghantui mereka.   Kondisi inilah yang membuat komplek pelacuran Kilo 10 --  sekitar 30 kilometer dari  Samarinda  atau 40 kilometer dari Tenggarong – secara perlahan tetapi pasti mulai ditinggalkan penghuninya.
Komplek WTS Kilo 10 ini  berdiri sejak tahun 1989 sampai sekarang. Wadah ‘esek-esek’ atau tempat  pria hidung belang menyalurkan biologisnya  ini pun sudah beberapa kali ludes dimangsa  api,  tapi tetap saja  tumbuh dan berkembang. Beruntungnya,   sejak merebaknya isu penyakit HIV/AIDS yang terus meningkat dan berkembang  di Kaltim membuat  pengunjung dan penghuni lokasinya sendiri  berangsur-angsur berkurang.
Benarkah begitu?  Salah seorang  germo di sana tidak menampik persoalannya. Ia  yang merasa enggan ditulis identitasnya  mengklaim,  komplek Kilo 10 ini pernah ramai tahun 1995 hingga 2004, dengan jumlah penghuni  antara 500 sampai 600 orang. “Sejak  kasus-kasus AIDS merebak, komplek di sini mulai sepi. Saat ini mungkin hanya sekitar 200 WTS saja yang  bertahan di sini,”  ujar sang germo yang akrab  dipanggil mami itu.

Mami pun bercerita lagi.  Dulu, setiap WTS  bisa meraup keuntungan Rp 500 ribu per malam.  Terlebih  kalau ia berwajah cantik,  berkulit putih bersih yang laris manis. Satu malam ia bisa  menerima  2 -- 3 pria hidung belang dengan tarif Rp 200 ribu per  jam. “Sekarang sudah jauh merosot. Bisa  mendapatkan seorang tamu saja dalam satu malam, sudah beruntung,”  ucap Mami yang satu ini.
Munculnya kasus HIV/AIDS itu,  sungguh menghantui. Bukan saja para WTS di komplek ini, tapi para ‘pejajannya’ sendiri.  Mereka cenderung  memilih berpaling dari komplek esek-esek ini, atau mungkin mencari wanita panggilan lain yang beroperasi di hotel dan rumah-rumah bordil liar. Walau begitu, resiko terkena penyakit HIV/AIDS mungkin lebih besar.
Sejauh apakah kasus HIV/AIDS di daerah ini? Data dari Dinkes Kaltim sendiri  memperlihatkan, sampai  akhir 2009 tadi terdeteksi penderita HIV/AIDS 1.021 orang di seluruh Kaltim.  Dari total itu, 103 penderita  meninggal dunia. Angka ini baru yang terdekteksi. Belum lagi yang  terdeteksi dan sangat mungkin  mencapai  puluhan ribu orang. Sebab, kasus AIDS ini seperti fenomena gunung es,  satu penderita bisa saja  menularkan kepada 100 orang.
Terasa mengerikan memang penularan penyakit HIV/AIDS.  Di Kota Samarinda saja misalnya,  kasus HIV/AIDS sudah menularkan kepada 471 penderita, 36 orang di antaranya meninggal. “Tahun 2010 ini dapat dipredeksi  kalau kasus HIV/AIDS di ibukota  Kaltim ini akan bertambah,” urai Sutri Cahyono,  Kepala Seksi Penanggulangan Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kota Samarinda  dalam suatu perbincangan dengan BONGKAR!.

Bagaimana dengan di komplek WTS  Kilo 10 Loa Janan? Camat Loa Janan sendiri, Dafip Haryanto tidak menampik adanya WTS yang terjangkit HIV/AIDS.  “Sesuai hasil pemeriksaan Tim Penanggulangan Penyakit Menular  (TPPM), terdapat dua persen dari 200 WTS di situ yang positif HIV/AIDS,” ujarnya tanpa menyebut angka pastinya.

Secara terpisah, dr H Bambang yang  Kepala Puskesmas Loa Janan membenarkan persoalannya. Ia mengaku rutin melakukan pemeriksaan kesehatan WTS di Kilo 10 setiap bulan.  “Benar ada WTS di sana yang  positif HIV/AIDS.Yang jelas, akibat  kasus-kasus AIDS yang merebak di daerah ini dan menularannya begitu cepat, membuat komplek Kilo 10 menjadi tidak seramai dulu lagi,” timpal Dafip seraya dibenarkan dokter Bambang. Keduanya pun mengingatkan  kepada WTS yang positif tertular untuk tidak lagi menerima tamu pria.  Haruskah penderita HIV/AIDS terus bertambah di lokalisasi itu? **Fahran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

COBA-COBA

Mencoba dengan hal-hal baru merupakan kemajuan yang baik secara tidak langsung selama mencoba dalam hal yang baik dan benar untuk lebih memperluas kretifitas, pengetahuan dan banyak hal posotif lainnya, tidak ada salahnya untuk coba-coba, justru merugi mereka yang tidak mau mencoba untuk bisa.